Date: 20-05-2024 Digital Publication Services : JABM | JAM | ABMR | ABMCS | BLOG

Undergraduate Thesis

ANALISIS PENERAPAN KONSEP STRATEGI POSITIONING, DIFERENSIASI, BRAND TERHADAP KEUNGGULAN KOMPETITIF PERUSAHAAN ( STUDI KASUS PADA PT. NOJORONO TOBACCO INDONESIA )

Thesis Detail
Author BAHRUS ZUHRI
Student's ID (NPK) K.2002.1.27414 (MANAJEMEN)
Subject MANAJEMEN PEMASARAN
Keyword KONSEP STRATEGI POSITIONING,DIFERENSI,BRAND
Page(s) 179
Submit Date 06-03-2007
Lecture(s) -
-
-
Download PDF

Akses/Download file PDF hanya bisa dilakukan di R. Referensi, Gedung Perpustakaan lantai 2

Abstract

Seiring dengan meningkatnya taraf pendidikan dan semakin cepatnya perkembangan arus informasi melalui berbagai media elektronik dan cetak, menimbulkan perubahan pada perilaku masyarakat. Dewasa ini terdapat fenomena pemahaman yang semakin tinggi akan kehidupan yang lebih sehat Demikian juga bagi konsumen rokok, apalagi himbauan untuk menghindari rokok demi kesehatan telah semakin banyak dikemukakan oleh berbagai kalangan. Kartajaya dkk mengatakan secara umum terdapat tiga perubahan besar dimasa depan secara signifikan mempengaruhi industri rokok yaitu: regulasi pemerintah, gerakan anti rokok, dan trend perilaku rokok. Adanya regulasi pemerintah telah menjadi faktor yang tidak pernah bisa dihindari dari industri rokok. Industri rokok memang suatu industri yang sangat ketat regulasinya. Hal ini disebabkan karena industri rokok adalah industri yang sangat erat kaitannya dengan dengan kesehatan. Sementara di Indonesia sendiri, industri rokok memberikan kontribusi yang cukup besar kepada perekonomian Indonesia, baik kepada pemerintah (dalam bentuk cukai) maupun masyarakat (dalam bentuk lapangan pekerjaan) yang hal ini justru sering menimbulkan kontroversi yang tidak ada habisnya. Salah satu regulasi yang memiliki pengaruh terhadap industri rokok adalah PP No.81/1999 yang mengatur batas maksimum kandungan tar dan nikotin baik untuk sigaret kretek tangan (SKT) maupun sigaret kretek mesin (SKM). Sehubungan dengan adanya regulasi tersebut para industri rokok mau tidak mau harus mematuhi tentang batasan-batasan yang telah diberlakukan dalam menentukan batas maksimum kandungan rokok, baik tar maupun nikotinnya. Faktor lainnya yang perlu menjadi perhatian adalah berbagai gerakan anti-rokok baik ditingkat nasional maupun di tingkat global. Gerakan anti-rokok ini umumnya dilakukan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang secara aktif melakukan kampanye anti rokok. Gerakan ini juga secara terus menerus melobi pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang membatasi rokok Indonesia. Lebih jauh lagi Kartajaya dkk mengatakan terlepas dari adanya regulasi dari pemerintah dan gerakan anti rokok, konsumen sendiri sepertinya mulai mengalami perubahan trend perilaku merokok. Perubahan trend merokok ini akan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup dan kesuksesan perusahaan rokok, karena konsumen adalah pasar yang diperebutkan oleh para produsen rokok sehingga produsen rokok yang paling responsif terhadap perubahan trend merokok ini akan bisa memenangkan persaingan. Terdapat tiga perubahan trend yang sudah mulai terjadi dan kemungkinan besar akan semakin besar perubahannya di masa depan. Pertama, adanya trend semakin meningkatnya kepedulian para perokok terhadap kesehatan. Trend in membuat para perokok lebih memilih untuk menghisap rokok yang mengandung low tar low nicotine demi alasan kesehatan. Salah satu penyebabnya munculnya trend ini adalah karena adanya gerakan anti-rokok yang semakin gencar dengan kampanye kesehatannya. Trend kedua adalah mulai munculnya persepsi dikalangan kaum muda bahwa rokok kretek adalah rokoknya kaum tua dan mulai dinilai ketinggalan jaman. Munculnya persepsi konsumen tentang informasi produk ternyata juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi adanya trend tersebut. Trend ketiga yang sedang kemugkinan besar akan semakin berkembang adalah semakin besarnya kecendrungan konsumen untuk memilih produk yang menawarkan “value for money”. Ada kecenderungan permintaan produk bermerek yang memiliki kualitas meskipun dengan harga tinggi akan meningkat terutama di daerah perkotaan. Jadi konsumen cenderung lebih menghargai merek dan kualitas premium sehingga konsumen tentu tidak keberatan dengan harga yang tinggi, karena harga yang tinggi tentunya juga mempunyai kualitas yang tinggi pula. Kartajaya, Marketing icon of Indonesia mengatakan bahwa marketing pada intinya mencakup sembilan elemen ( nine core element of marketing ), yaitu segmentasi, targeting, positioning,

 

18.118.37.240